1/10/2006

Wahai Sang Petinggi Adat !

Kadang saya sendiri gak tau juga harus gimana lagi. Saya jauh disini, dan beberapa bulan lagi insya Allah aku akan pulang untuk melaksanakan sunnah Rasulullah SAW dengan sebuah upacara sakral Menggenapkan separoh dien supaya mendapatkan titel Ibaduh Rahman, menapaki langkah awal membentuk keluarga Mujahid guna selamat dunia dan akhirat. Ya, keluarga mujahid ! keluarga yang isinya adalah manusia-manusia pembela agama Allah. Keluarga pelaku dan pengawal dakwah islamiyah. Itu lah visi kedepan yang kita saling ungkapkan waktu ta'arufan beberapa bulan yang lalu.

Tapi yang aku pikirkan saat ini bukanlah bentuk keluarga yang akan kita bangun. Melainkan step pertama dalam melangkah ke dunia nyata sebagai seorang manusia. Yaitunya tali pernikahan. Saya tau semua orang gembira untuk menikah, bahkan saking gembiranya ada yang melakukan acara pernikahan jauh sekali dari yang disyari'atkan. Dan ini yang saya takutkan, yang saya pikirkan saat ini. Kita umat Islam yang menjungjung tinggi nilai Al Qur'an dan Sunnah tapi kenapa selalu saja kalah oleh adat dan istiadat yang notabenenya gak tau siapa yang bikin.

Istri atau Suami adalah pasangan yang akan dipertanggung jawabkan dari mulai ijab kabul sampai di akhirat nanti. Apakah bisa dipertanggung jawabkan semua itu berdasarkan hukum adat ? untuk para petinggi-petinggi adat tolong anda jawab pertanyaan saya ini. Saya tau anda orang yang lebih mengerti, segala pahit manis asam garam kehidupan sudah anda coba. Jika anda bisa menjawab pertanyaan saya diatas, saya akan ikuti adat yang anda anut.

Memang, saya masih awam dalam hal hukum agama apalagi adat yang jelas saya gak mau tau. Tapi dengan ke awaman saya itulah saya ingin mencoba menerapkan apa-apa yang saya mengerti walaupun itu sedikit. Plis lah, anda adalah orang yang tidak akan tahu nantinya apakah istri saya tadi malam sholat tahajud atau tidak. Anda tak kan tahu nantinya apa warna baju dalam yang dipakai istri saya. Artinya ? anda tidak akan tau dan tidak perlu tau apa-apa yang akan terjadi dalam rumah tangga saya. Trus kenapa ada serta merta mengatur langkah awal saya ini dengan hukum adat yang saya tak paham sepeserpun itu maknanya apa.

Saya marah ? tentu saja, tentu saja saya marah kalau acara pernikahan dipersulit hanya karena ADAT ! sekali lagi hanya karena adat, bukan karena hukum Allah SWT. Bukan karena sunnah Rasulullah. Kita masih punya malu gak sih sama yang diatas. Berapa banyak pengalaman yang terjadi diwaktu pesta pernikahan ada mempelai yang "men-cut" ibadah sholatnya dengan alasan pakaian dan segaa perhiasan yang mereka pakai. Berapa kali kita melihat dentuman musik dan penari setengah telanjang ikut menghiasi acara pernikahan yang suci ? Kita berdalih itu memang sudah adatnya. Bisakah anda pertanggung jawabkan semua itu wahai sang petinggi adat

No comments: