10/06/2002

terbunuh, mengering, mengeras, dan meledak, meleleh menjadi debu

berkali-kali aku terbunuh, mengering, mengeras, dan meledak, meleleh menjadi debu. beriringan dengan seteguk pagi yang murung kepada langit yang masih merah.
aku terpuruk dalam lumpur, dadaku tersumbat dan tangan-tangan kekar matahari menggores di balik pundak. Sedangkan mega-mega menyembunyikan langit. kusentuh urat-urat bumi... enam tahun sudah lewat ! dan jiwaku semakin sekarat !

Mengintip di balik kaca, kisah mu semakin beralih dan berputar kemudian selalu berucap "diam nya kita adalah bait-bait hujan yang di tinggalkan mendung".
di lengkungan angkasa kulihat nasib ku terhapus, bahkan dari sinipun bunyiku tak terdengar.

Aku kehilangan hasrat untuk mengungkapkan apa yang berkecamuk dalam hati dan diriku lagi padamu. Aku butuh lumpur yang melumur agar tak menghempas ujung-ujung batu ligam. Aku juga pernah bermimpi dan bukan hanya semalam dan ketika ku bentangkan tangan ini untuk menyambutmu namun jari telunjuk dan barisan gigimu menusuk ke balik jiwaku dan kau pun berputar dan pergi tanpa menoleh lagi.

aku tak lagi memanggil malam karena sudah ku tidurkan bersama jutaan bintang dan esok pun tak lagi menjenguk matahari karena ku lelapkan dalam selimut fajar.
Separoh ingatan ku mengelinjang dan terkapar, pada hisapan terakhir tubuhku rubuh dan ambruk di kaki langit.
----------


masih saja aku melihat selembar kertas itu, usang, kusam, kumal dan berbau. hm... 4 tahun, isinya pun tak berubah hanya tulisannya yang sedikit luntur karena di tulis dengan tulisan tangan biasa. Kata demi kata aku simak kembali, namun ada beberapa bagian yang terhapus dan ku goreskan dengan ujung pena hitam ku agar jelas dibaca.
Dimana dirimu sekarang ?

aku rindu nada bicaramu dengan wajah tertunduk malu. atau saat melantunkan tembang di iringi petikan gitar tua dalam pelukanku, mungkinkah kamu menjangkau nada dengan kupingmu sayup-sayup pelan. walaupun sumbang terdengar namun hatiku tentram, bagaimana denganmu ?

Masih berbekas jawabanmu waktu itu ... tidak akan ada sama sekali... oh !
tatapan ku tertegun disaat disaat melantunkan syair ini

"How quick the sun can drop away
And now my bitter hands cradle broken glass
Of what was everything... "

aku sudah berkali-kali bahkan ratusan kali melagukannya sampai suaraku pun hilang berserak bersama teriak. Dimanakah dirimu ?

hari ini aku tak bertemu dengan matahari walaupun hanya sesaat. semuanya tenggelam dalam lelapnya tidur panjang. 15 jam ... tanpa tergugah. inikah saat pembalasan dari hari-hari kemaren ? mungkin... namun aku tak merasa membalas, hanya karena tak kuat lagi melihat semua itu dengan mata kepalaku. kata demi kata dan baris demi baris beratus ratus ku paksakan masuk ke dalam kerongkongan otak ku... mencoba mencerna namun tak tergilas, masih saja tersimpan bulat-bulat.

Disaat ku terjaga semuanya berubah, hitam ? bukan. putih ? bukan. birupun tidak, kabur dan melesat entah kemana. Diam ? ya... aku masih diam dan akan terus diam sampai aku enggan untuk diam ... karena masih tersimpan sejuta bahasa yang harus ku tebarkan hingga suatu saat kau mengerti.

No comments: