6/01/2003

sayup-sayup denting gitar jam 2 pagi itu masih terdengar nyaring, namun nada-nada itu sudah menjadi sebuah penghayatan jerit tertahan. . Kau sering berkata bahwa kita harus mampu menjadi orang kaya saat kita tak memiliki satu apapun, dan kita harus mampu menjadi miskin saat kita dalam keadaan kaya. Namun kita tak pernah sadar betapa telah lelah membangun kerajaan puisi, sia-sia kah yang semua telah menjadi puing ?
Kepalaku adalah keranjang yang mencoba manampung setangguk air, tetapi bulan itu sudah penuh dan kembali menyusut ... menyabit menjadi musuh matahari di sebrang jalan. Ketika cermin itu berbalik dan cahayanya menusuk lobang yang pernah kita gali dan belum sempat kita tutupi, semuanya menuju kesana. Yah... mungkin akulah menjadi saksi pertama disaat bumi mulai bergoncang.
Aku sempat mencoba untuk tertidur dengan mimpi sekaligus mendengkur, tapi itu hanya sebuah klise ! berusaha menjadi pejuang namun inilah sang terbuang. Adil ? mungkin untuk para topeng yang telah luntur, tinggal debu yang tersisa di klilip mata
lalu pedas yang dirasakan itu kita ingkari sia-sia di mana genggaman tangan bersama yang sempat kita simpan.
Tapi sudahlah hari itu memang keranjang tak berjala, dan semua air biarkanlah mengalir mencari dimana tempat ternyaman. Karena kita seakan tercipta memang diam dan tak satupun yang berani untuk berontak ... dimana mulutmu yang sering kau asah itu ? atau lincah gerakan jarimu menari menekan tiap tombol bahkan tiga puluh dimensi pikiran yang sempat kau utarakan hanya sebuah teori belaka ?

No comments: