2/24/2003

Diantara Kursi Penjerit, Pikiran yang Pelit dan Pintu Penjepit

Sebuah goresan di atas kertas tak bertuan dan menancapkan kisah singkat sang pejalan dan masih belum berujung

KURSI PENJERIT

17 Desember 2002
Sebenarnya banyak yang mesti kutulis di buku ini. Tapi kadang aku terbawa arus malas yang setiap saat teruus menghantui. aku bingung, 6 bulan bukanlah waktu yang singkat untuk dilewati namun begitulah kenyataannya. Tak banyak memberi perubahan dalam hari yang berarti kata para filsafat diseberang sana.

Kebimbangan sering kuusung sehingga memaksa dan terbujuk dengan keterlenaan bertubi yang semestinya harus dibunuh. Entahlah... apakah imbas dari kebosanan atau memang dalam pencarian ketetapan hati tapi yang jelas bukanlah pengaruh orang yang merasuk dari kiri dan kananku.

Aku coba berkaca, wajah yang terpampang disana bukanlah lekuk-lekuk yang kukenal 3 tahun yang lalu. Ingin kugores kaca itu, tapi untuk apa ? takkan merubah apa yang menjadi tuan di dalamnya. Sedikit demi sedikit aku sering merasakan, dibagian paling dalam kurasakan kelunturan dan mulai pudar. Kadang panggilan yang dikumandangkan 5 kali sehari itu tak seberapa yang bisa kupenuhi, bahkan telinga ini seakan tuli dengan irama padang pasir itu. Aku sadar lebih banyak menerima panggilan yang membuatku sekejap menajadi panas dari apa yang kulihat dengan kedua mata pemberian ini.

Jika kita beranjak membicarakan apa yang kulakukan dalam ruangan yang tersusun atas 40 buah bangku dan papan tulis serta peralatan lainnya. Aku terkadang muak ! berada disana. Rutinitas yang menoton tanpa adanya sedikit pergeseran walaupun cuma sekedar kejutan-kejutan kecil. Aku bagai melihat text booker yang pongah berdiri didepan sana. Berbicara bagai suara pembacaan teks undang-undang dasar 45. Raut wajah yang selama sat setengah jam tak pernah bergeser dari rasa tawar, hambar begitu juga dengan tekanan yang datar tanpa ada sedikit rileks kurasakan.

Sabar ? beribu sudah meluncur polos dari bibirku dan malaspun menjadi sebuah pelampiasan. Karena aku bukan sang jenius yang mampu menyerap semua dengan melihat si text book itu berdendang. Jika di ibaratkan sebuah grafik tegangan ataupun arus yang mana di layar monitor keadaannya konstan dan dipaksa untuk memperhatikan selama satu setengah jam apakah bukan hal yang sangat membosankan dan memuakkan.

Kuperhatikan wajah-wajah dalam ruangan ini satu persatu. Kenapa bisa begitu serius untuk mencerna ? apakah sebuah polos kebohongan atau memang mereka para pemikir yang mampu berbuat dengan kondisi seperti itu ? atau kah aku yang sudah buntu melihat hal yang sama selama 3 ssemester berjalan ?
bukan dari siapa yang memberikan tetapi ibaratka sebuah pintu yang enggan untuk dimasuki karena terlalu diam. Tapi kenapa dengan hanya duduk di depan layar monitor 14 inch semuanya bagai kehilangan waktu yang begitu cepat ? padahal tak mampu bicara ataupun tertawa.

Sedikit aku bergeser melirik benda yang kududuki sekarang. Aku tak tau entah berapa lama aku menarok pantat disana yang semakin panas dan bagai duduk diatas bara api. Keras memang bahkan terkesan seadanya saja. trus apa yang berkelebat buas dalam benak ku ? apakah ini kursi yang dibelikan dengan uang 1/2 juta yang kubayarkan setiap semester ?

Gedung ini lumayan gagah berdiri, tapi didalam nya ? aku tak bisa nyaman untuk sebuah kata duduk. Andai kulihat apa yang terjadi pada bagian pantatku ini mungkin sudah menggores merah bekas pinggiran papan-papan selebar 5 cm.
Ah ! sekarang jam berapa ? berapa lama lagi ? kok lama banget ? bosan ! muak ! 3 kali sudah rentetan pertanyaan itu menyelinap manis dalam hatiku dan aku belum sempat menemukan jawaban yang tepat.

Aku lihat satu persatu wajah-wajah tadi mulai layu dan sedikit kelelahan ... mungkin kah mereka merasakan kursi penjerit ? seperti yang kurasakan tadi ...

PIKIRAN YANG PELIT ?

20 Feb 03
Untuk ke 3 kalinya aku seduh kopi dengan air panas ke dalam cangkir "equal" sejak kedatanganku di kota rimba ini. Tidak seperti biasanya aku suka akan bubuk hitam ini. padahal aku lebih suka untuk meneguk segelas air putih.
Sementara kotak kecil itu menampilkan 02.06 AM, hari jum'at sudah. satu hari sudah terlepas dari masalah keseharian tentang Internet, komp, pengelolaan yang tak sedikit memakan waktu dan tenaga.

Free day ! yeah i'm free now !

lama memang kutunggu saat seperti ini, saat dimana liburan untuk beberapa hari, lepaskan kerinduan bersama orang yang sedarah dan sepecucuran atap dulu, bebaskan pikiran dari pekerjaan dan jalani hari tanpa beban. Tape, Budi, dan adek maaf kiranya jika tiba-tiba aku ingin menikmati secuil liburan pendek ini.

Kangenku bukanlah segalanya tapi pelepasan lah yang menjelma. Karena kepalaku semakin berat untuk menampung semua yang kita rencanakan dan apa yang terbesit di pikiran ku sendiri. izinkan kiranya untuk 3 hari ini menikmati kehidupan yang lain dari keseharian kita. lagi pula project berikut masih menunggu untuk dijamah kembali , semoga disana tidak terjadi masalah yang berarti. dan aku yakin semuanya bisa teratasi.

Cerita demi cerita bahkan kisah sekeping hidup dalam alur pengisian hari-hari yang memang susah dihitung dan tertuang dalam obrolan hangat. Ditemani dengan sebungkus isapan dan secangkir bubuk hitam sesaat setelah melakukan rutinitas yang sempat diukir pada hari ini. Semoga bukan hanya rutinitas belaka yang pelepas hutang tetapi memang penunjuk jalan, lentera penerang disaat kelam.

Iringan suara pita coklat yang tergulung dalam kotak berlabelkan TANAMA RECORD itu mengalun perlahan demi perlahan menusuk seisi telinga. Menyusup serta memejamah apa saja yang menggumpal disana, begitu juga dengan diriku sendiri. Mencoba menelusuri apa yang terjadi pada diriku saat ini. Bersama alunan itu pikiranku bersatu erat menjalin sebuah rabaan tentang isi hati.

Ku ajak alur pikiranku menyibak masa bulan terakhir. Susah memang kutemukan saat seperti ini. Saat dimana aku sendiri dan menjajal satu persatu helai masa lalu. Aku yang berjalan sendiri menentukan arah dari sekelumit masa hidup di dunia ini. Dengan memasang platform "tidak peduli" dengan celoteh kanan kiri tentang siapa, apa dan bagaimana aku.

Hidupku adalah apa yang kukerjakan .. dan keakuanku ? egoiskah ? mungkin... acuh ? bisa jadi ... cuek ? memang... keras kepala ? tidak salah ... dingin ? hal yang tak tersangsikan lagi.Kerangka yang ku bikin mungkin saja selalu terlepas dari campur tangan orang lain yang sering kali memiliki standar kebenaran dari pola sendiri. terkesan semau gue dan "Don't care about they say !"

PINTU PENJEPIT

22 Feb 03
01.05 menit bergeser sudah dan haripun berganti... kebiasaan itu pun tak terhapusi begitu saja. nikmati ! yah jalani segalanya menjelang jelmaan pagi.
Akhir jumatan disambut tetes air yang turun dari langit, lapar terasa ... sepiring nasi pun terasa mengganjal perut ... ah nikmatnya , syukurlah aku masih dikasih kesempatan untuk menikmati masakan khas itu. Sesaat kemudian rencana ke G pun bergulir dan misi itupun dijalankan...
Bis Patas pun melaju pelan karena macet pun tak bisa ditahan, inikah fenomena setiap hari para dialami oleh para penjaja hidup di kota yang serba semuanya.

Ditengah kemacetan yang teramat sangat aku layangkan sebuah lamunan. Andaikan... ya andaikan saat ini kamu ada diantara kami berdua saat ini tentunya perjalanan 2 jam ini tak terasa bosan dan melelahkan. Apa yang kulamunkan sejenak barusan itu menjadi gundah di kepala yang berbalutkan rambut belum menyentuh pundak.

Aku perhatikan kotak kecil yang aku genggam dengan lima jari ini. Ah... seandainya kamu juga punya benda ini, tentunya aku sudah sibuk dengan memainkan jempol merangkai huruf menjadi kata-kata berkarakter 160 buah. Tentunya aku berharap-harap cemas kalau-kalau pesan itu tak sampai atau kamu rada telat membalas karena kesibukan, atau mungkin tidak dibalas sama sekali karena kehabisan pulsa seperti halnya aku kemaren. Kutimang terus kutimang sambil menebak, sedang apa ya kamu sekarang disana ? Oh seandainya aku di izinkan untuk membelikan kotak kecil ini untukmu. Ya, kalopun aku bisa tapi blom tentu kamu mau menerima. duh ! susahnya kalo punya rasa gini.

Dalam lamunan bis tiba-tiba berhenti dan kita semua diminta untuk pinda ke bis yang telah ditentukan, kemudian aku sedikit berlari mengejarnya. Didepan pintu naik itu aku tertegun, terdiam lama karena berusah menjari jawaban yang pudar ... tiba-tiba ... "AKKHHH !!" terasa sekali tangan kiriku terjepit dan jari tengah kaki kiriku tertekan keras sekali oleh pintu hidrolik automatik bis yang barusan kunaiki. Kucoba mendorong melawan arah tekanannya yang sekan mau menelan separoh bagian tubuhku namun sia-sia karena melebih kekuatan yang di anugerahkan padaku.

Aku pun berteriak sekencangnya namun terasa tertahan oleh semakin kerasnya mendesak setiap geliat tubuhku. Pertarungan hidup dan mati ! yah ... hidup dan mati yang sangat singkat. Sangat fatal bila kubiarkan melumat persendianku karena akan berujung maut ! Untunglah salah seorang penumpang disisiku menyambung lidahku yang kelu memberitahukan kondisiku pada semua kepala yang berada disana... "woi .. ada yang terjepit !".

Kakakku yang terlebih dahulu berada didepan mengetahui kondisiku langsung naik pitam, dan melabrak sang kondektur sambil meneriakinya. Alhamdulillah aku terlepas dari jeratan fatal itu. namun ngilu di kakiku dan perih di lengan kiriku begitu terasa. remukah jariku ? aku raba ... syukurlah tidak apa-apa cuma ngilu menusuk tajam tapi tidak begitu berakibat parah.

Keinginan meminta pertanggung jawaban sopir dan kondektur atas kejadian ini dengan sebuah gamparan pun aku urungkan, begitu juga dengan kakakku yang sudah mulai berusaha aku tahan dengan sekuat tenaga. Aku juga ingin menggampar tapi bukan saat s