3/06/2003

"Duduklah di samping ku" kursi berbusa coklat menyisakan sedikit ruang dipantatku.
"Kenapa aku yang kau pilih ?" 2 bola matamu menembus bayang-bayang dihatiku. "Entahlah, aku belum bisa menjawab, aku belum bisa lukiskan apa yang berkecamuk didalam" seuntaian kalimat menjulur sebuah penolakan untuk penuturan. "Oh...?!" dia melongo sambil melayangkan pandangan pada anggrek yang satu persatu bunga mekarnya ditetesi air bekas hujan siang ini. Kedua kaki kutopangkan keatas busa coklat yang entah sudah berapa manusia mendudukinya.
Tiba-tiba kurindu dentingan gitar, jauh ... dan aku ingin menggesek senar-senar itu dengan kuku-kuku yang tak pernah kupanjangkan memang. Aku menatapmu pelan dan aku tak kuasa menolak bahwa aku memang suka, entah datang dari mana. "Aku sedang memahami konsep perasaan ini" tiba-tiba aku memcah kesunyian. "Hanya itu ?" kamu mencoba meyakinkan diri. "tidak" secepat kilat pikiranku menginstruksikan itu, "lantas ?" kau memburu satu titik yang ingin diraih. "begitu banyak yang belum ku mengerti kenapa, dan aku berkeinginan ini bukan angan belaka".
Angan ? apakah duduk merenung memilah-milah setiap inci diwaktu malam sebuah angan belaka ? "Aku yakin kamu hanya punya sesaat dan sehabis itu hilang" kau menimpali mencoba menvonis kata-kata ku barusan."Tak bisa dipaksakan memang, tapi waktu akan menunjukkan apa yang sebenarnya" kemudian kita terdiam bersama alunan gerimis senja yang sebentar lagi akan usai dan berganti malam.

No comments: