22 menit 05 detik ?
di pagi itu jam 06.01 dalam sebuah percakapan yang terhubung antara microphone, sinyal dan speaker ...
"eh, ini ntar abis berapa lho pulsa nya" segarnya pagi semakin sempurna dengan logatnya yang kental di seberang sana.
"begini, untuk hari ini, untuk suara ini ... aku habiskan waktu 6 bulan. Jadi, gak ada salahnya kan kalo apa yang aku dapat selama enam bulan terakhir aku gunakan untuk menghubungi adek di hari ini kan ?, ya ... untuk hari ini" aku kembali menekankan bahwasanya aku tak lagi mau tergangu dengan pikiran ini pulsa habis berapa ?
"hehehe ... " aku tau di balik microphone selular pinjaman temenmu kamu tersenyum renyah, seperti halnya yang kulihat waktu kita jumpa terakhir kalinya... duh masih seperti dulu gak ya ?
"eh si **-** dah seminar hasil lho" jelas aku tak mau kehilangan barang satu detikpun untuk berbicara, sampai-sampai bahan yang cukup berbahaya buntutnya aku keluarkan.
"oh ya ? selamat ya, sampaikan salamku sama **-** ya da, uda kapan ? masih lama kah ?" deg ! bener juga apa yang aku pikirkan barusan buntutnya sama dengan pertanyaan ibu, ayah dan kakakku.
"mmm... paling lama satu taun lagi dek, insya Allah" jawaban ini kayaknya sama deh dengan jawaban pertanyaan kakakku setahun yang lalu. Tapi apakah benar aku bisa menyelesaikan setahun lagi ?
"kok lama ? berarti sama dong kita tamatnya ntar" yes !, ini dia pembicaraan sudah mulai mencair seiring matahari kulihat mulai merambat dari ufuk timur. Walopun tarohannya pertanyaan itu lagi.
"nah lho, mang dah seminar juga ya de ?" aku cemas-cemas dalam berharap.
"gak kok, masih lama. agenda dalam waktu dekat ini magang baru abis itu skripsi" alhamdulillah aku masih ada kesempatan untuk mengejar semua ketinggalan.
"Sabar ya, Insya Allah dalam tahun ini uda usahakan semuanya selesai, eh gimana jadi nyambung ke akuntan gak ?" dari pertanyaan ini tiga tahap kedepan aku sudah persiapkan untuk mengetahui sesuatu darinya.
"mm, kayaknya ade kerja dulu da. ntar nyambungnya biar gak minta lagi sama emak dan bapak" sip jawabannya seperti yang kuduga.
"kalo mo kerja dimana rencananya ?" aku mulai bergerak ke tahap berikutnya, semoga jawaban berikutnya sama dengan yang kupikirkan sekarang.
"Insya Allah di Bank Mandiri Syari'ah, soalnya ade mo magang disana juga. Jadi sekalian, biasanya yang pernah magang disana gampang keterimanya" lagi-lagi jawaban itu kuduga sebelumnya.
"iya, mmm... ada rencana merantau gak ? atau kalo uda tawarkan berani gak merantau ?" aku mulai menjurus pada pertanyaan yang sebenarnya membuatku berdegup kencang, karena dari jawaban pertanyaan barusan aku baru bisa melanjutkan ke pertanyaan yang lebih spesifik lagi.
"rencananya sih ada da ... " yes ! aku tersenyum melihat bunga di depan ku memekar indah, sedikit demi sedikit pintu itu terbuka " tapi ... " ops but what ? " kalo emak sama bapak mengizinkan" o...ow mungkin gak ya ?
"begini, uda tawarkan merantau soalnya sepengetahuan uda disini..." aku semakin membidik titik tembak pernyataanku.
"disini, tau kan kalo brawijaya punya program untuk akuntan ?" yap, ini dia tadi ujung dari pertanyaan awalku tadi.
"iya, rencananya juga gitu da. tapi kan kalo kangen ma orang tua gimana hayo" ini dia gayung bersambut kata berkait, secara tidak langsung dia telah menjawab keragu-raguanku selama ini.
"ok deh, tenang aja. yang jelas selesaikan dulu yang disana, ntar kalo memang ada niatan kesini. gimana-gimananya ntar biar uda usahakan juga disini, ok ? kangen sama orang tua ? kan bisa pulang. Uda juga punya orang tua dan ada saat nya melepas kangen" eh itu barusan yang aku bilang beneran ? sebuah suara entah dari mana melesat dalam pikiranku... eh ! aku berani angkat jari, ini sungguh-sungguh ... ! dan sejak dulu sudah aku berniat. Jika dia ditakdirkan mendampingiku, apapun yang terjadi, aku yang bertanggung jawab untuk semuanya.
"*tertawa renyah* Insya Allah da" tertawa kecil itu jawaban juga lho ! ini jelas bukan insya allah pelarian dari apa yang telah terucap sebelumnya, karena aku tau insya Allah yang keluar dari mulut orang seperti dia.
"Oh ya, uda mo nanya nih ... bagusnya uda tamat nanti balik ke Padang atau disini aja ? gimana menurut pendapat ade ?" Aku lontarkan pertanyaan yang aku yakin pernah terbesit di kepalanya.
"oh, itu kan terserah uda gimana bagusnya" duh kata-kata terserah ini memang jawaban paling hebat buat siapa saja.
"begini de, kalo disini insya Allah prospeknya bagus. Dan kalo di Padang, ada sih prospek nya cuma tidak selebar dan seluas disini". aku mencoba memancing apa yang terbesit dipikirannya jika seandainya dia pernah memikirkan hal itu.
"Ya, ade kan gak bisa maksa uda harus di Padang ataupun di Malang. ade yakin apapun pilihan uda itulah yang terbaik" terbaik ? terbaik untuk siapa, aduh jangan bilang terbaik untuk aku saja. Aku juga ingin terbaik untuk kamu de ...
"ok deh, gak usahlah memikirkan itu dulu. kayaknya terlalu jauh. Sekarang pikirkan gimana cepat selesai ya ?" aku sedikit membatasi, karena aku gak mau meng ekplorasi lagi. Yang jelas aku sudah dapatkan jawaban selama ini yang menjadi beban keragu-raguanku.
"iya, uda selesaikan dulu aja" dia juga berusaha membatasi ruang gerak pertanyaanku. tapi biasanya aku dibatasi seperti itu kadang berkelit lagi mencari celah untuk meyakinkan apakah benar...?
"ok deh, tunggu ya ... paling lama setahun lagi, dan uda akan menepati janji uda dulu" sejenak aku teringat apa yang ku ucapkan di belakang bis disaat keberangkatanku ke malang.
Dia tersenyum sampai tertawa kecil tertahan. Ya ! itu dia tertawa yang sangat aku kenal, tertawa yang sudah ku hapal definisinya seperti apa.
"gimana de, apakah uda bisa menepati janji uda ? apakah ade udah siap nantinya ?" dug...dug...dug, oh ternyata aku masih butuh keyakinan dari apa yang kusimpulkan tadi.
masih saja tertawa tertahan itu yang keluar dan ...
"Insya Allah da, apapun pilihan ade nantinya gimana sholat istikharah ade da" serrr... seteguk air membasahi kerongkonganku disaat aku berada di tengah gurun kering dab gersang.
"Alhamdulillahirobbilalamin ya Allah..." ya itu lah kata-kata yang terlompat dari dalam lubuk hatiku menelusuri jantung memompakan darah ke seluruh tubuh dan paru-paruku melesat dan menggerakkan otot-otot mulut, lidah, kerongkongan dan semuanya untuk berucap segala puji syukur padamu ya Allah.
"ok de, sampaikan salam untuk ibu, bapak, adik-adik bahwasanya uda di malang alhamdulillah baik-baik saja. jangan lupa ya ?" tak sanggup aku berucap sampai disini dulu ya de, entah kenapa... apakah masih pengen untuk ngobrol lebih lama lagi ? tapi tak mungkin, aku tak mau terbawa lebih larut. Untuk sementara kita cukupkan dulu ya de, kamu juga tau sebenarnya aku tak mau mengakhiri dalam kondisi seperti ini. Tapi aku juga tak mau kamu & aku dihinggapi penyakit hati. Jagalah hati, jagalah hati ... ya jagalah hati ini.
"de ... udah ya ... jangan lupa lho, Assalamualaikum wr wb" aku masih belum menekan tombol reject. Karena dirimu masih tersenyum, tertawa kecil tertahan nan renyah itu diselingi sebuah kelegaan... apakah kamu juga mendapatkan jawaban dari pertanyaan mu selama ini ?. Ini dia kesan yang tak bisa aku gambarkan seperti apa dalam bentuk tulisan, dan mungkin hanya aku yang bisa mendefinisikan sendiri apa arti senyum dan tawa kecilmu di saat itu. sepuluh detik dek... sepuluh detik ... dan terakhir terucap lirih ..
"wa'alaikumussalam wr wb"
"klik !" Aku berlari mengambil ancang-ancang ... yihaaa !!! aku teriak, lepaskan, luapkan semua yang membuatku bergoncang. seketika aku lututku goyah dan aku pun roboh ... berlutut.
"terima kasih ya Allah. Do'a ku Engkau perkenankan ... awalnya pintaku jika engkau memang ridho, ijinkanlah aku untuk menghubungi dia di hari lahirnya ini ya Allah. Tapi engkau lebihkan dengan memberikan jawaban atas keragu-raguanku selama ini. Tiada kata selain Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukurku ku haturkan semuanya hanya untuk mu"
dilayar 3x4 cm itu terpampang 22 menit 05 detik ... hah ? eh ini ? seketika aku menatap keatas ... dan tersenyum lega
No comments:
Post a Comment