Cinta ?
dari kombinasi goresan miliknya leila@uol.com.br dan Yesi Elsandra, special untuk yang saling mencintai karena-Nya ...
Cinta ? menurut Islam adalah sesuatu yang agung. Ia (cinta) adalah hak prerogatif Allah. Maka, cinta adalah di atas kuasa manusia (fauqa mustatha' al-Insaan). Cinta yang tulus, biasanya datang tanpa diundang. Dan hanya Allah jua yang mampu menghapus dan membaliknya menjadi rasa yang lain. Al-Qur'an dan hadis menunjukkan kebenaran ungkapan ini, dan bahkan orang yang mati karena tak kuasa memanggul beban cinta, termasuk orang-orang yang mati syahid. Al-Qur'an melukiskan dengan begitu impressif bagaimana cinta Zulaikha kepada Yusuf 'Alaihis Salam. Qad syagafaha hubba, kata al-Qur'an. Imam al-Alusy menafsirkan dalam -Ruh al-Ma'any- syagaf sebagai rasa cinta yang menghunjam ke dalam lubuk hati, sehingga sulit terhapuskan.
Sampai di sini sebenarnya tidak ada masalah, no problem. Orang bebas untuk mencintai siapa saja. Asalkan yang besemayam di hatinya adalah cinta suci, jujur yang merupakan anugerah Allah, ia tidak terkena tuntutan hukum apa-apa. Masalah baru muncul manakala rasa cinta ini berpindah dari dunia rasa ke dunia nyata, berpindah dari alam idiil ke alam riil. Dan oleh karena batas antara cinta dan nafsu teramat tipis, seringkali dalam praktik, sulit membedakan apakah yang sedang kita ekspresikan; kita nyatakan adalah cinta atau nafsu.
Maka, di kitab Asrar al-Balaghah diurutkan peringkat cinta sebagai berikut: Sebenarnya, tahap-tahapan cinta banyak sekali. Antara lain; hawa (nafsu). Lalu al-Alaqah: perasaan cinta yang sudah menetap di dalam hati. Kemudian al-Kalaf: perasaan cinta yang amat dahsyat. Selanjutnya al-Isyqu: sebutan untuk perasaan cinta yang melebihi takaran semestinya. As-sya'af, terbakarnya hati dibarengi perasaan nikmat di dalamnya. Lalu as-Syaghaf: perasaan cinta yang meluap-meluap. Kemudian, al-Jawa: perasaan nafsu yang mendalam. Lalu al-Taimu: perasaan cinta yang sampai memperbudak seseorang. Al-tiblu: perasaan cinta yang sampai meracuni orang. Al-Tadalluh: hilangnya akal karena cinta. Dan terakhir, al-Huyyum: tekanan nafsu cinta yang amat kuat, sampai membunuh orang (yang bercinta itu).
Sebagai kelanjutannya, seringkali anak-anak muda menjadikan cinta sebagai landasan pengabsahannya untuk naksir teman wanitanya, mengadakan pendekatan, berpacaran, ngobrol, pergi bareng, dan bahkan berindehoi. Yang memprihatinkan, tidak sedikit orang tua yang cuek bebek dengan kenyataan ini. Inilah yang dilansir oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh as- Sunnah: Lambat laun, banyak orang mengentengkan persoalan ini. Sehingga mereka memperbolehkan puterinya, keluarganya untuk berbaur dengan tunangannya dan berduaan tanpa pengawasan, dan bebas keluyuran ke mana saja tanpa arahan. ini menyebabkan perempuan kehilangan kemuliaan, rusak akhlaknya, dan hancur kehormatannya ! Kritik pedas Sayyid Sabiq ini ditujukan kepada mereka yang sudah sampai pada taraf tunangan (khitbah).
Bagaimana dengan mereka yang hanya pacaran? Namun bukan berarti Islam tutup pintu (sadd al-bab), dalam arti laki-laki ditutup aksesnya sama sekali untuk berhubungan dengan perempuan yang belum dinikahinya. Islam tidak menghendaki tindakan ekstrem dalam bentuk apa pun. Maka dalam bukunya, Al-Hijab, Abul A'la al-Maududi mengambil jalan tengah dalam penjelasannya soal sistem sosial dalam Islam. Beliau menengahi dua aliran besar sistem sosial Barat dan Timur. Barat diwakili oleh struktur budaya yang liberal.
Karena tuntutan alami laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling tertarik dan menyatu, orang bebas untuk berhubungan dalam bentuk apa pun, bahkan kumpul kebo sekalipun. Timur diwakili oleh budaya para rahib, biksu, yang memandang hubungan seksual sebagai sesuatu yang menjijikkan dan kotor. Sehingga mereka menjauhi perempuan, sejauh-jauhnya. Islam memandang bahwa hubungan laki-laki perempuan adalah insting alami manusia yang wajar dan normal. Tapi, Islam tidak lantas mengumbar kebebasan dalam hubungan itu, ia membuat aturan- aturan.
Cinta ? Sebuah kata singkat yang memiliki makna luas. Walaupun belum teridentifikasi secara pasti, namun eksistensi cinta diakui oleh semua orang. Al-Ghazali mengatakan cinta itu ibarat sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap di bumi, cabangya di langit dan buahnya lahir batin, lidah dan anggota-anggota badan. Ditujukan oleh pengaruh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan, seperti ditujukkanya asap dalam api dan ditunjukkanya buah dan pohon.
Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertempuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin. Tapi cinta itu tentu porsinya tidak melebihi cinta kita pada Allah, karena Allah mengatakan, “Katakanlah! ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta-benda yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatiri akan merugi dan rumah tangga yang kamu senangi (manakala itu semua) lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjiha di jalan-Nya, maka tunggulah keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”
Prestasi kepahlawanan para pejuang tidak terlepas dari pengaruh cintanya seorang pemuda kepada pemudi. Umar bin Abdul Aziz berhasil memenangkan pertarungan cinta sucinya kepada Allah dari pada cinta tidak bertuannya kepada seorang gadis. Tidak ada yang salah pada cinta. Berusahalah menempatkannya pada tempat, waktu dan sisi yang tepat.
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu
Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.
Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.
Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.
Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.
Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.
Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.
Ya Allah Engaku mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
sekian lama aku menutup mata, telinga, mulut, bahkan hati untuk siapa saja yang menawarkan lima huruf itu. dan pada saat ... "Aku ragu ada dan tiadaku namun ‘cinta’ mengatakan bahwa aku ada ( - bait puisi M. Iqbal - )" ... apakah aku akan melakukan hal yang sama jika lima huruf itu ditawarkan dan dititipkan oleh-Nya menelusup dalam kalbu dan datangnya bukan secara tiba-tiba ? dan jaminan bahwasanya tidak akan pernah ada yang bisa mengalahkan cinta-Nya ? hanya kepada Allah SWT - lah aku memberikan jawaban
... dan azan subuh pun berkumandang membelah singgasana angkasa raya ...
No comments:
Post a Comment