dan gelandangan pun memakai dasi
Dasi ? adalah barang yang sangat super langka bagi dia. Jangankan memakai, melihat nya pun dari balik kaca televisi atau dari orang-orang yang berada di atas mobil sedan, dan sesekali orang-orang yang berjalan dengan begitu gagahnya menenteng tas yang isinya mungkin saja handuk kecil, pakaian dalam, ato mungkin saja laptop dan berkas file yang akan dipresentasikan nanti disaat seminar.
Sejujurnya, selain langka baginya barang itu juga kurang dia minati. entah kenapa, sampai kemaren itu dia tidak punya niat sama sekali akan memakai barang tersebut mungkin untuk esok hari, lusa atau di masa akan datang. Namun sapa nyana, besok ... dia harus memakai dasi ! ya... sekali lagi dia harus pakai de-a-es-i ! dasi !
hal yang tak pernah ada dalam bayangan bahkan hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Tapi kenapa harus memakai dasi ? apakah suatu hal yang wajib untuk momen itu ?
Dia tak habis pikir, sambil menekukkan lutut di atas kursi itu melayangkan pandangannya ke atas pucuk pohon flamboyan.
" Dasi ? haruskah ? sebegitu pentingkah ? bukankah yang dibutuhkan hanya suara dan sedikit penampilan rapi ? itu saja kan ?" satu daun flamboyan gugur melayang pelan menyentuh tanah rerumputan.
" Punya ? untuk apa memiliki barang yang tak aku minati ? untuk apa memiliki barang yang belum ada kesempatan aku memakainya ?" sekilas dia melihat bayangannya di kaca jendela.
"ah, bukan seperti ini wajah yang pantas untuk si pemakai dasi. Ini wajah gelandangan ... gelandangan kampus ... hehehe !" dia tertawa sendiri, entah itu tertawa penghibur saja atau memang sebuah kelucuan yang mungkin saja terjadi.
Malam sampai pagi itu dia habiskan dengan mata yang selalu terbuka.
" kok gak tidur ?" sederet tulisan dengan font arial warna hitam terpampang dalam kotak dibalik layar 17 inchi di depan matanya.
" mm... nanti ada acara jam 8" sekilas matanya menuju pojok kanan bawah layar monitor itu... 06.40 AM
Pagi itu berlalu dengan cepat, dia harus mandi ... setelah itu pakaian yang sudah lusuh yang sering dia banggakan itu kembali di setrika rapi. Serapi apapun warnanya tetap saja pudar. Celana pemberian temannya pun tak ketinggalan disentuh logam panas bersuhu 65 derajat celcius.
Dia berusaha untuk memakai baju dan celana se rapi mungkin, rapi yang ada di kepalanya hanya masukkan baju kedalam celana pakai sabuk, kancing lengan di pasang ... sudah itu saja. ya tentunya di tambah cukur kumis dan sisir rambut. "hm, alhamdulillah...tanpa dasi pun Allah menjadikan aku seorang yang begitu sempurna" dia bergumam di depan cermin yang menunjukkan wajahnya boleh dibilang biasa saja, tak ada yang istimewa.
Sepatu ? hal yang dia lupakan untuk memikirkannya kemaren, karena dasi menyedot begitu banyak perhatiannya. sepatu hitam kulit, sekian semester dia hanya punya satu sepatu yang dibelinya disaat masih semester awal. namun keberadaan sepatu itu entah dimana, lagipula bukan sepatu kulit hitam. Jadi ? matanya menelusuri, menyapu semua ruangan ... dan ternyata tidak sia-sia. Untuk keberapa kalinya kondisi seperti itu kembali terulang, entah itu kuliah, menghadap dosen. Kembali lagi tanpa diundang pun sepatu itu hadir, dan dia yakin sekali bahwa dia tidak tau itu miliknya siapa.
Lengkap sudah, langkah kaki tetap tak berubah ... pakai dasi atau tidak, pakaian rapi atau hanya memakai kaos oblong plus sarung tetap saja.
Sesampainya di gedung itu ... "mas, kok gak pake dasi ?" belum sempat dia menjawab pertanyaan tersebut... "pake ini mas, ntar lagi acara mo dimulai, gut lak ya !".
Dia melongo sambil bergumam "ha ? gak salah nih aku pake dasi ... ". Dan gelandangan kampus itu pun minta tolong untuk dipakai kan dasi tersebut karena dia tak tau sama sekali bagaimana memasang dasi yang baik dan benar.
Sampai cerita ini dia tulis pun masih belum percaya saat itu dia memakai dasi dan berbicara di depan orang banyak dalam gedung megah itu.
No comments:
Post a Comment