Menghitung hari, ya sejak kemaren ... bahkan sejak saya terlahir sampai detik ini saya tak bosan-bosannya menghitung hari. Antara sadar ataupun tidak saya terus menghitung hari. Kalau saya masih bayi, saya dibantu ibu untuk menghitung hari-hari yang saya lewati. Tentunya masih ingat bukan kalau kita bertanya pada seorang ibu berapa umur bayinya dan beliau menjawab "3 minggu dua hari". Begitu juga dengan saya juga melewati hal yang sama.
Terkadang saya sendiri lupa sekarang hari apa. Tak jarang saya bertanya pada orang tua, saudara, sahabat, teman bahkan orang yang tak dikenalpun saya tanya sekarang hari apa. Senin, Selasa, Rabu dan hari-hari berikut yang akan dilewati. Namun saya tidak berbicara hari yang telah berlalu atau juga hari yang akan datang. Saya berbicara hari ini. Apa yang saya dapat di hari ini buah di hari kemaren dan yang saya lakukan sekarang untuk menikmati hari ini demi hari esok. Jadi selagi saya masih bisa berbuat di hari ini kenapa mesti terburu-buru menyongsong hari esok. Toh hari Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu takkan pernah pergi kemana-mana.
Secara berurutan mereka akan datang satu persatu. Belum ada sejarahnya Jum'at itu datang lebih awal dibandingkan Kamis. Atau Minggu tanpa permisi menyelip diantara Jum'at dan Sabtu. Begitu juga dengan apa-apa yang saya lakukan. Seharusnya mengikuti sunnatullah. Hari saja punya aturan, tentunya saya juga harus lebih teratur.
Masih ingat dengan perkataan yang pernah saya lontarkan "Saya tak ingin di atur oleh waktu tetapi saya lebih cendrung mengatur waktu itu untuk saya". Namun pada kenyataannya saya begitu susah untuk mengatur waktu. Mereka terlalu liar, atau saya juga yang tidak mau diatur oleh diri sendiri ? Mereka yang selalu datang sekali tak pernah berkunjung dua kali, itu yang sering membuat saya kesal dan menyesal.
Bangun tidur sering menjadi momen puncak kekesalan saya pada waktu. Entah kenapa, setiap bangun tidur saya merasa kehilangan. Kehilangan sesuatu yang saya tak tau itu apa. Sejenak setelah bangun saya selalu terdiam dalam posisi duduk dan marah pada diri sendiri. Namun setelah membaca do'a bangun tidur kemudian wudhu perasaan kehilangan itu baru mulai pudar. Dan baru benar-benar tak ada lagi kalau saya selesai sholat.
Hm, pembahasan yang cukup panjang ya. Mulai dari menghitung hari sampai bangun tidur. Saya tak berpikiran pantas atau tidak dengan pembahasan ini, apa perlunya. Bukan itu yang saya lihat. Tetapi kecendrungan saya yang sudah mulai pada taraf "menuliskan apa yang saya pikirkan" Bukan lagi "memikirkan apa yang saya tulis". Karena setiap saya memikirkan apa yang saya tulis selalu saja tulisan itu gak jadi-jadi. Tetapi kalau saya menuliskan apa yang saya pikirkan, sepertinya lancar-lancar saja. Semoga saja pada suatu saatnya nanti saya bisa "menuliskan apa yang orang pikirkan" dengan tidak meninggalkan kebiasaan "memikirkan apa yang orang tulis".
Sekarang saya beralih berbicara pada telepon yang tadi malam saya terima. Akan banyak sekali hal yang harus saya persiapkan dan saya pikirkan. Mulai dari penyelesaian amanah, penuturan keinginan, sosialisasi, perijinan, konsekwensi, dan segala macam gambaran yang akan dihadapi nantinya. Pembahasan sentral utama adalah pada alasan kenapa mesti segera ? Dan ini bukan sesuatu yang mudah diutarakan pada orang yang memiliki pandangan sedikit berbeda.
Mana yang lebih baik, selagi masih bisa untuk disegerakan kenapa mesti ditahan ? atau dengan selagi masih bisa ditahan kenapa mesti disegerakan ?. Sekarang kita lihat manakah mudharatnya yang lebih banyak jika disegerakan daripada ditahan ? Jika disegerakan akan terbebas dan jika ditahan siapa yang akan menjamin untuk tidak terjerumus pada kehinaan.
Setiap hari saya perhatikan antara pukul 2.00 s/d 2.15 dinihari sinyal dari ponsel selalu menggetarkan layar monitor yang terkadang speaker yang saya dengar pun kemresek ... itu pertanda ada SMS yang akan saya terima atau ada yang ingin menghubungi namun sebelum sampai pada nomor yang dituju ponselnya dimatikan. Apakah itu kamu ? Seandainya iya, Jazakumullahu khairan katsiro ... mari kita sholat tahajjud bersama
7/05/2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment