8/02/2004

dari seorang anak kecil

bebaskan hati dari kebencian, lepaskan pikiran dari kecemasan, kikis habis prasangka yang bukan-bukan, hindari cepat mengambil kesimpulan, nikmati kesederhanaan, jadikan memberi sebuah kesukaan dan kepedulian sebagai kesenangan, kemudian bingkai semuanya dengan senyuman !

Jurang yang memisahkan antara aku, dia dan mereka adalah ... pikiran. Tetapi kenapa selalu saja usia menjadi takaran kedewasaan ?

Seorang anak kecil pernah menuliskan kalimat yang bergaris miring diatas tadi kepadaku sekian tahun yang lalu, dan sampai sekarang pun aku masih menyimpannya. Kisah yang melekat dalam benakku, masih tertanam kuat dalam ingatan yang membuatku tak bisa lupa dengan sebait kalimat itu.

Empat setengah tahun yang lalu, aku sedang duduk di pinggir jalan, biasa ... sendirian di tengah keramaian kendaraan yang lalu lalang tanpa saling menyapa padahal mereka itu kan bersaudara. Andaikan mereka saling menyapa, saling ternsenyum ... mungkin takkan ada tabrakan yang aku lihat barusan. Aku sendiri memang tak peduli dengan apa yang barusan terjadi. bukankah aku hidup dengan diri sendiri ?

Lama juga kususun beberapa bait lamunan, kadang diselingi dengan tatapan mengikuti laju sepeda motor ataupun mobil yang melintas di depan. Tiba-tiba seorang anak kecil datang menghampiriku sambil tersenyum. Aku taksir, umurnya baru sekitar 12 tahunan... ya tepat sekali aku lihat celana pendek yang dia pakai berwarna merah. Celana dengan model yang sama 7 tahun silam yang selalu menjadi pakaian keharusan setiap berangkat ke sekolah.

"Assalamu'alaikum ... " dia menyapaku dengan dengan pelan dan begitu sopan.

"Wa'alaikumussalam ... " Aku menjawab tanpa menunjukkan wajah aku merasakan keberadaannya disebelahku, aku kan sibuk ... sibuk melihat kendaraan yang bagus-bagus yang lewat di depan mata.

"Emm... lagi sendirian ya mas ?" dia duduk disamping kanannya dan meletakkan kotak kayu kecil yang dia sandang di sebelah kanannya juga.

"......" aku diam, acuh ... atau lebih tepatnya pura-pura acuh. padahal aku tadi kan memperhatikan kotak kecil yang dia sandang itu ... ada stiker yang sudah pudar dengan tulisan "Islam is My Life" nya kan ?

Kemudian beberapa saat diam, kita sama-sama menikmati keramaian di jalan. Dia masih terus memperhatikanku ... entah apa yang menarik sehingga pandangannya gak lepas dari aku yang duduk bersandar di dinding dekat pembatas trotoar dengan selonjor satu lutut sedikit tertekuk.

"mas laper ? nih ada roti, makan bareng yuk ... saya liat mas keliatannya lemes. ayuk mas" heh ? aku memang blom makan dari tadi pagi... bukan karena lagi miskin tapi entah kenapa aku lupa untuk makan setelah bergelut dengan segala pikiran yang berkecamuk dari kemaren hari.

Sekilas aku melirik ke dia dan aku menggerakkan alis sebagai isyarat gak minat "thanks !" sejujurnya aku memang lapar, tapi aku tak minat makan roti berdua dengannya ... kalo bisa sendiri ngapain aku harus makan barengan dia ? sorry lah.

Mataku berputar mencari warung yang masih buka disekeliling keberadaanku. Tapi sejauh mata memandang ... sejauh itu pula semua warung tutup. Lho kok pada tutup semua ? cepet banget ... aku gak sadar bahwasanya hari ini Minggu. Mana ada warung yang buka di hari libur ini ?

... bersambung ( subuhan ! )

No comments: