8/16/2004

Kepada Sang Merah Putih Hormat Dong Ah !

Katanya sudah 59 tahun ya negara ini merdeka. Kalau disamakan dengan layaknya manusia, usia 59 adalah usia yang sedang menikmati hasil perjalanan, jerih payah dan perjuangan yang teramat panjang. Di usia yang akan menginjak kepala enam tersebut seorang manusia sedang bersiap-siap untuk menghadapi masa senja. Jika seorang suami lebih banyak mengisi waktu saban hari di rumah bersama istri begitu juga sang istri tentunya lebih banyak waktu luang terisi bersama suami tercinta. Berbagi nostalgia semasa muda yang walupun hanya sekedar bercerita di beranda menikmati sora hari nan cerah.

Begitu juga bagi mereka yang menjanda ataupun berstatus duda, tentunya di usia 59 tahun adalah masa-masa melihat putra-putri mereka yang sudah menjadi "orang" yang membanggakan. Sekian lama mereka mendidik, dan sekaranglah saatnya hasil jerih payah mereka dipetik, sambil bersiap-siap dipanggil menghadap sang khalik.

Namun apakah memang seperti itu juga yang dialami oleh bangsa yang sering dibilang sebuah bangsa besar. Negara yang katanya berbudaya, beragama dan sejuta macam ragam ada didalamnya. Ternyata tidak seperti halnya kita manusia, negara ini masih terlalu jauh terpuruk didalam situasi yang semakin buruk. Kebebasan yang di elu-elukan, demokrasi yang di puja-puja bahkan harapan-harapan yang berkepanjangan dan tak berkesudahan menunjukkan negara ini sedang berjalan teramat sangat pelan di hiruk pikuk keramaian.

Bosan, ya itu dia ... ungkapan yang terlintas dari dua ratus juta jiwa lebih penghuni negara kepulauan ini. Bosan dengan semua permasalahan yang itu-itu saja yang muncul di permukaan. Bosan dengan kehidupan yang tak jauh berbeda dengan beberapa tahun setelah pekik kemerdekaan di kumandangkan. ah ! jika berbicara lebih dalam semakin terasa bahwasanya negara ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Dimana letak besar namanya ? kemana lantang suaranya ? siapa yang berani membusungkan dadanya ... dan berkata saya adalah warga negara Indonesia ! gak ada... sama sekali gak ada. Yang ada hanya bisikan malu-malu ... saya adalah warga negara yang dulu nya begini lho ... yang dulu begitu lho ... begini dan begitu ... yang jelas itu dulu. Sekarang ? kita tau sendirilah !

Orang jujur di negara ini sekarang sama sekali gak laku. Hanya 13 persen dari seluruh ummat yang ada yang berani memilih orang yang jujur ... selebihnya ? pencuri kesempatan dalam kesengsaraan, atau mungkin juga sekedar ikut-ikutan. Yang penting gua senang lu peduli apa ?! adalah senjata paling ampuh untuk meluluh lantakkan figur kejujuran.
Orang berpendidikan pun di negara ini gak layak jadi pemimpin di negara. Buat apa jadi seorang Profesor ? toh suara dari mulut seorang yang tamat SMA saja bisa menghipnotis sekian juta masa. Suara lantang seorang perwira saja mampu menuntun sekian juta warga negara. Orang-orang pintar ? hehe silahkan menjadi kaum yang terlantar yang sangat sulit untuk di dengar.

Sedih memang, semakin lengkap lagi kesedihan ini dimana beberapa orang pengharum nama bangsa menjadi juara di liga olimpiade Fisika internasional sama sekali tidak dikenal ! tak satu pun dari segitu banyak media masa yang memberitakan mereka adalah duta bangsa yang berperang di medan laga dunia kemudian menyabet tahta tertinggi sebagai juara dunia ! apa itu masih kurang ? untuk menjadikan mereka sedikit dikenang ?

Belum lagi nama mereka sempat terngiang, negara-negara lain seperti amerika serikat, jerman, bahkan jepang saling berebut memberikan beasiswa agar mereka bisa menikmati pendidikan di perguruan tinggi bergengsi. Sedangkan dari negara ini ?! cukuplah sekali tampil di iklan tivi "dirgahayu negaraku" dengan foto-foto yang kaku, yang baru saja aku lihat tadi malam ... tengah malam tepatnya disaat semua orang tertidur lelap. Sekali lagi ... siapa yang bakal tau ?

Itu segelintir orang-orang berotak cerdas, calon pemikir-pemikir keras yang akan memajukan bangsa ini ... tetapi sungguh sayang mereka tak diperlakukan secerdas otaknya, tak dihargai seperti pintarnya isi kepala mereka. Masih banyak lagi yang lain, berjuta kepala yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri harus berhadapan dengan biaya yang menjulang tinggi. Sawah ladang sampai rumah pun digadaikan ... tak mampu membiayai mereka untuk mengecap sedikit saja bagaimana rasanya kuliah di Perguruan Tinggi yang katanya sih terkenal alias bergengsi. Hitung, aku yakin tak terhitung lagi berapa banyak tamatan SMU yang diterima melalui PSB/PMDK/Mahasiswa Undangan atau juga melalui jalur SPMB disaat daftar ulang harus balik kanan kemudian pulang setelah melihat berapa total biaya yang harus mereka bayar ... dan itu ? sekali lagi terjadi di negeri ini. Inikah janji pendidikan gratis itu wahai yang lagi duduk di kursi singgasana istana ? wahai manusia-manusia tukang tidur yang berada di ruang sidang paripurna ?

Tak usahlah kita berharap pendidikan itu gratis atau paling tidak biaya murah. Untuk udara, tanah, dan air yang bersih saja hanya tersedia bagi mereka yang punya kuasa. hanya untuk orang-orang yang punya uang saja !
Padahal kita sama, sama-sama diberikan Illahi ta'ala udara dengan cuma-cuma, air mengalir tanpa bau tanpa rasa .. bening, jernih dan itu semua adalah hak kita. tapi kenapa kok sekarang ... untuk minum segelas air putih yang bersih begitu susah nya ? untuk menghirup udara saja taruhannya rumah sakit ? Inikah Indonesia yang merdeka ?!

Tanpa disadari, tanpa terasa bendera sang saka merah putih sudah dijadikan kain pel ... untuk membersihkan jalan yang akan dilewati oleh sang penguasa. Burung garuda yang gagah perkasa pun menjadi penghuni sangkar dan sebagai penghibur dengan kicauan yang hambar.

Ternyata puisi "Malu Aku Sebagai Orang Indonesia" karya bapak Taufiq Ismail itu hanya dianggap sebagai angin lalu, dan kita pun tetap berlalu dengan tanpa rasa malu ... bahkan tanpa kemaluan ! Kenapa gak sekalian saja kita di upacara bendera 17-an barusan kita sama-sama berteriak bersorak ... "Kepada Bendera Sang Merah Putih Hormat Dong Ah !" kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil menginjak-injak kain merah putih yang semakin lusuh dibawah telapak kaki kita.

untuk jiwa bendera yang sedang sekarat ditiang yang semakin berkarat ...

No comments: