Selamat pagi saudaraku, gimana khabarmu ? masih diam dalam tidur ? atau malah lagi menikmati mimpi sambil mendengkur, ternyata memang enak yah berselimut tebal diatas kasur.
Tadi, aku sempat jalan-jalan. biasalah, menikmati gelapnya malam. Sambil bernostalgia mengingat-ingat beberapa petik kenangan. Singgah di tempat saudara kita yang menghabiskan gelap di pelataran, ditempat mereka membaringkan badan dengan alas koran yang separoh halaman. Memperhatikan tingkahnya yang sedang bercengkrama bersama dingin menusuk tulang sambil memeluk lengan. Jelas dong, aku sempatkan untuk duduk disisi baringan kepalanya yang berambut kusam. Melihat lelapnya begitu dalam, berpuluh nyamukpun yang hinggap tak mereka hiraukan. hmm... istirahat yang begitu damai dan tentram.
Selamat pagi saudaraku, "buat apa menghabiskan waktu disitu ?" mungkin itu yang terlintas dalam benakmu disaat pagi ini kamu sedang melahap sajian sarapan lengkap dengan segelas susu. Mungkin sebentar lagi kamu bersiap-siap menjalani hari-hari dengan bersantai ria, tertawa bahagia bersama teman sebaya mengisi hari libur yang sudah tiba. Menghabiskan uang sekian ratus ribu rupiah begitu saja sebagai dalih iseng pengisi waktu luang.
Selamat pagi saudaraku, gila..? yah begitulah, menghabiskan waktu semalaman disana. Menggelar koran, duduk bersila tapi tidak untuk memejamkan mata. Ini adalah nostalgia yang indah, sampai subuh datang menjelma. Begitu singkat memang, sehingga kami pun harus berpisah, walaupun tanpa suara, tidak ada kata, tiada tawa yang terbahak-bahak bahkan kerongkongan yang tersedak.
Dan tahukah ? apa yang aku dapatkan semalam itu ? Kupingku menangkap suara yang masih sama dengan beberapa waktu yang lalu disaat aku adalah bagian dari mereka. Suara kelaparan yang lebih lantang dari dentingan piring beradu disaat kita berebut makanan lezat tersaji diatas meja. Teriak mereka yang lebih serak dibandingkan suara dari mulut vokalis grup band rock kebanggaan kita. Kemiskinan mereka lebih mengiris dibandingkan kata putus dari sang pacar yang menyebabkan kita menangis. Luka di kehidupan mereka yang lebih pedih, dibandingkan goresan pisau ditangan kita karena keserempet diwaktu memotong kue ulang tahun. perih wajah mereka menahan beban menindih lebih merintih dibandingkan kita yang pusing memikirkan "kenapa kok jadi gini sih ?"
Namun walaupun demikian, mereka masih tersenyum dengan tulus tanpa kamus akal bulus.
Saudaraku, mungkin sedikit berbeda. Diawal kehidupan kita mungkin disambut oleh matahari yang cerah, namun pagi mereka berawal dari sana ...
7/09/2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment