6/13/2005

Gak Ngulang Lagi

Masih ingat gak waktu kecil dulu, kita sering banget boongin bunda. Kalo sore hari dah menjelang, kita sering pergi nyuri-nyuri. Tau aja Bunda lagi mandi atau lagi istirahat dari pekerjaannya seharian, kita tanpa ba-bi-bu lagi langsung kabur. Kadang-kadang sendal jepit yang kita pake sering putus ato tanggal karena kesandung.

Rasanya lega banget kalo kita dah nyampe di jalan besar itu, trus bareng teman-teman yang udah nungguin dari tadi menelusuri aspal menuju sungai tempat kita menumpang mandi, he he he. Kita tuh lupa dengan kata-kata bunda, atau jeweran dikuping yang masih kerasa dari kemaren, atau kayu untuk kecil yang sering patah di betis. Semuanya hilang dan yang ada hanya kegembiraan, keceriaan yang tak habis-habisnya.

Satu persatu baju, celana, daleman kita tarok begitu saja diatas rumput dipinggiran sungai. Kemudian badan polos telanjang bulat terbang setelah aba-aba satu, dua, tiga menggema. Tubuh melambung melayang terbang ... kemudian sesaat kemudian menukik menyongsong air ... dan byur !!! menyelam beberapa saat dengan mata terpejam kemudian muncul sambil melonjak kegirangan dengan kepala yang basah dan wajah sumringah dengan ketawa.

Tidak peduli air itu datang darimana dan coklat adalah warna utama, yang penting bisa lompat dan nyebur aja sudah cukup. Kadang berenang ke seberang jika pohon mangga berbuah. Batu, kayu atau apa saja jadi senjata untuk menjatuhkan mangga-mangga muda. "Wuzzz..." suara kayu dan batu melayang menuju segerombolan mangga yang bertengger didahannya. Sesaat kemudian "bledug.. bledug..!" Mangga jatuh berserakan dan kita pun berhamburan berebutan.

Kita kecapekan berenang, untuk kembali kita mencari batang pisang. Kemudian ditebang, beruntung kalo ada yang panjang kita bisa bergelantungan berpasang-pasang. Atau kalau lagi senang kita bikin rakit dengan 3-4 batang. Setelah jadi, kita tarik ke hulu yang paling jauh... kemudian kita menuju hilir dengan berakit sambil duduk atau tidur terlentang menikmati awan berarak, atau terlungkup menikmati bunyi aliran air. Dan tak lupa pula kita mengupas mangga dengan gigi-gigi yang mulai kokoh, walopun terkadang terasa nyeri di gigi yang baru saja copot kemaren hari dan belum tumbuh pengganti.

Selama perjalanan dari hulu menuju hilir tak ada teriak tak ada ketawa dan tak ada suara. Kita sama-sama melepas lelah, menikmati alam yang jelas beberapa tahun lagi kita takkan pernah bisa menikmatinya. Karena kita malu dengan usia, dan tentunya kita akan berpisah sesuai garis yang sudah ditakdirkanNya. Saat itu masing-masing kita ingat Bunda. Ya, bunda yang sedang sibuk mencari dimana kita berada. Dan kita membayangkan sebentar lagi kita akan kejar-kejaran dengan Bunda kembali ke rumah.

"Adiiiii, Ipaatttt, Andiiiii, Imaaannn ... pulaaaangggggg !!!" Benar saja ... dari kejauhan Bunda datang tergesa-gesa, dan kita pun lebih tergesa-gesa lagi menuju ketepian. tak sempat lagi mengambil pakaian dan kita pun berlarian dengan polos tanpa benang menuju rumah idaman.

Sesampai dirumah kita sudah siap sedia menerima hukuman. Kita berbaris di teras, menunggu bunda. Sesaat bunda datang kita jadikan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Siapa yang mengajak, dan siapa yang mau. Namun disaat bunda datang kita tak berani berkata-kata. Hanya ada kata "aduuhh", "ampuun bundaa", "gak ngulang lagi"... berkali-kali kita ucapkan. Untuk kata-kata yang terakhir kita tidak berucap jujur, karena kita yakin kita akan nyebur bareng lagi.

No comments: