"Sapucuak surek den kirim mangkarang uda nan surang, babilang batuka musim lakehlah pulang. Sapucuak surek den kirim, badawaek si aia mato co biduak manyongsong angin denai kini ko. Ko banang manjadi kaik, baa kaik nan ka jadinyo ? oh uda sayang danga-dangakan ratok denai ko. Kok badan umpamo daun urang tapacik nan di batangnyo oi uda kanduang gungguang lah denai, tabang kan juo"
Sa, bagaimanapun juga suatu saat itu sangatlah jauh. Dan aku, kamu, dia, mereka atau siapa saja tetap takkan pernah berjumpa dengan suatu saat itu pada sekarang ini, pada detik ini. Kita berada pada saat ini sa, saat dimana nafas masih terus diburu-buru waktu.
Tapi entah kenapa, untuk lakehlah pulang itu membuatku selalu berpikir bahwa suatu saat nanti aku akan pulang, dan kapan itu ? entahlah ... yang jelas aku selesaikan amanah-amanah yang tercecer ini. Kamu tau sendiri kan kalo keterlambatan menyelesaikan amanah ini sudah membuat orang-orang yang tercinta disana merasa cemas, khawatir, bahkan menangis sa.. menangis !. Dan aku gak tega lagi untuk memperpanjang semua itu.
Sa, ada satu harapan yang aku dengarkan dari lagu itu. Setiap kali aku membuka lembaran-lembaran terakhir dari masa studi ini, itu lagu yang menjadi teman setia. Aku tak tau judulnya apa tapi yang jelas lagu itu setidaknya selalu berungkap "masa depan itu masih ada".
uda sayang danga-dangakan ratok denai ko
Aku tak tahan lagi kalau sudah pada bait ini. Tapi bagaimanapun aku bisa apa ? hanya bisa selesaikan semua ini.
oi uda kanduang gungguang lah denai, tabang kan juo
Dan tau gak sa ? bait ini .... ya, dibait ini lah merubah semua 'stuck' ku akan lembaran akhir studi itu menjadi satu, dua kata tersusun menjadi lembar-lembar yang siap aku ajukan.
Sa, saat ini co biduak manyongsong angin denai kini ko, didepan itu masih jauh berliku. Ya, do'a-do'a itu yang aku pinta. Dan aku sepenuhnya sadar sa, kalau Allah SubhanaWataAla tak pernah membiarkan hambanya yang berusaha.
5/08/2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment