2/24/2004

Kapal itu ...

Kira-kira 2 tahun yang lalu aku ikut dengan sebuah kapal baru berlayar ke tengah lautan untuk menangkap ikan. Lumayan banyak juga yang ikut melamar untuk menjadi awak kapal tersebut. Laki-laki dan wanit pun gak mau kalah, mereka menawarkan diri untuk ikut. Di waktu pengumuman siapa saja yang terpilih untuk ikut dalam pelayaran tersebut ternyata aku salah satu yang dipilih dan satunya lagi saudara dari si pemilik kapal, alhamdulillah syukur yang tak terkira diwaktu itu aku bisa terpilih menjadi awal kapal tersebut.

Sebelum melakukan pelayaran sang nakhoda memberikan petunjuk dan navigasi dalam pelayaran. Begitu juga sang nakhoda yang juga terbilang ahli menangkap ikan, mengajarkan dan menuntun bagaimana penggunaan alat serta trik-trik untuk menangkap ikan yang banyak. Kami berdua yang terhitung awak, terasa sekali mendapatkan pengalaman yang berharga. Menjelang senja waktu itu pelayaran pun dimulai, masih didaerah pantai gelombang tak berasa tetapi sumber ikan masih belum ada di bagian pantai. Kapal pun diperintahkan untuk lebih jauh berlayar tepatnya menuju samudera luas. Beberapa waktu setelah itu sampailah kapal tersebut di daerah ikannya banyak sekali.

Kami berdua serta nakhoda mulai mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Dengan segala cara yang memungkinkan, seperti memancing, menebarkan jala/jaring, menggunakan alat suara untuk mengumpulkan ikan tersebut dan ternyata cara-cara seperti itu memang gampang sekali mendapatkan ikan. Karena dianggap sudah menguasai ilmu navigasi, mengendarai kapal dengan baik serta menguasai ilmu menangkap ikan maka bola-bola setir kapal tersebut diberikan kepadaku, ya aku sekarang jadi nakhoda. Selain itu yang menggantikan posisi ku yang semulak awak kapal didatangkan dan itu bertambah 2 awak lagi, sehingga pelayaran membawa kapal ini menangkap ikan sebanyak 4 orang termasuk aku.

Banyak ikan yang kami dapat, walopun peralatan yang dipergunakan seadanya dan boleh terhitung sangat sederhana. Sebuah kebanggaan juga bagiku kami mampu menyetor ikan ke si empunya kapal lebih banyak dari yang dia kira. Setiap satu kali berlayar senyum puas terkembang di bibirnya, walopun sang pemilik kapal gak mau tau juga dengan keadaan awak kapal yang setiap hari setiap waktu kapan saja harus bisa dan siap siaga. Sudah sekian lama awak kapal ini memberikan yang terbaik untuk sang punya kapal, namun reward yang didapatkan dari hasil kerja keras itu kelihatan tidak seimbang. Awak kapal bagai diperas tenaganya bak jemuran basah yang akan dikeringkan. Entah terpikirkan atau memang sengaja tidak terpikirkan betapa awak kapal ini untuk makan saja mereka terkadang tidak cukup dengan apa yang diberikan oleh si pemilik kapal setiap setelah menyetorkan ikan pulang dari pelayaran. Aku sebagai seorang nakhoda mempunyai kewajiban untuk menyuarakannya namun terkadang berat sekali lidahku untuk menyampaikan keluhan-keluhan tersebut.

Akhirnya beberapa awak yang mengetahui ada kecendrungan lain, satu persatu dari mereka pamit untuk pulang dan tidak lagi menjadi awak kapal tersebut. Namun ada yang bernasib untung dia di rekomendasikan untuk menjadi awak di kapal yang lebih besar. Alhamdulillah. Dan tak terasa sudah satu setengah tahun kapal itu berlayar menangkap ikan dan diwaktu memasuki tahun kedua, aku merasa letih menjadi seorang nakhoda. Aku merasa capek memutar setir kapal, meneropong lautan, mencari dimana tempat ikan, dan itu terjadi entah kenapa. Gejala kemunduran kinerjaku terlihat oleh nakhoda pertama, sebelum aku mengajukan pengunduran diri sebgai nakhoda ternyata sang nakhoda tadi sudah mengerti dan untuk pelayaran berikutnya aku kembali sebagai awak biasa.

Tiga kali pelayaran dilalui dengan lancar dan lumayan mengalami peningkatan penghasilan. Namun tiba-tiba untuk pelayaran berikutnya badai besar menerpa kapal kami. Baik kapal yang ku tumpangi maupun kapal induk. Kapal induk mengalami rusak yang terparah sepanjang sejarah pelayarannya. Disamping mesinnya yangmati total body kapalpun sebagian hancur berkeping-keping tetapi tidak menyebabkan tenggelam, begitu juga dengan awak kapalnya yang mengalami sakit dan depresi. Sedangkan kapal yang kutumpangi juga kena imbas dari kapal induk, secara tidak langsung jika kapal induk tenggelam maka ikut tenggelam juga kapal yang kutumpangi saat ini.

Seketika badai reda dan kapal induk pun dapat diperbaiki oleh orang yang lebih berwenang. Kemudian sang nakhoda pun diganti. Dan hal itu juga berimbas ke kapal yang aku tumpangi, kapal kami bisa berlayar lagi walopun harus dibenahi kembali. Alhamdulillah aku kembali berlayar mengarungi semuanya, mencari ikan dengan harapan bisa untuk menyambung hidup. Berkaca pada kejadian kemaren-kemaren, kelihatannya kapal sekarang lebih terasa kokoh dan sudah sepatutnya lagi untuk berlayar kembali. Kapal kecil itu kembali berlayar dan awaknya masih tetap yang dulu termasuk juga aku dipanggil lagi untuk ikut dalam pelayaran berikutnya.

Aku yakin pelayaran berikut ini akan lebih baik dari kemaren-kemaren ini, karena kita sudah belajar dari pengalaman. Kita sudah tau dimana tempat ikan yang banyak. Namun sapa yang akan menyangka, kapal yang sudah diperjuangkan untuk mampu berlayar lagi untuk menangkap ikan ternyata perlahan-lahan kelihatan menjadi kapal pesiar. Kapal yang berisi teman-teman sejawat ber rekreasi ke lautan sehingga lupa dimana ikan yang banyak itu berada. Aku mengingatkan nakhoda namun reaksi mengembalikan pada navigasi awalpun sudah susah.

Salahku juga kenapa kapal ini menjadi seperti ini, aku juga tidak jarang juga berenang dilaut mencari kerang. sehingga waktuku menangkap ikan terkadang hilang gara-gara mengumpulkan kerang. Namun aku berpikir apakah cukup untuk mencukupi kebutuhan ku hanya mengandalkan laba dari setoran ikan yang ditangkap ? sedangkan ikan yang didapat semakin hari semakin sedikit saja.Keadaan kapal mulai sedikit kacau, seringkali kapal tanpa penjaga, atau malah menangkap ikan sudah kesiangan. Ditambah lagi sang nakhoda tak mampu lagi memegang setir kendali, dengan alasan memiliki kepentinganyang lebih utama dari hanya sekedar berlayar di lautan menangkap ikan.

Tak lama berselang semua awak kapal dipanggil satu persatu oleh perwakilan nakhoda kapal induk, memberitahukan bahwasanya kapal itu akan di rombak lagi begitu juga dengan nakhoda beserta awaknya. Sudah tidak layak lagi kapal seperti itu berlayar ditengah lautan yang gelombangnya semakin besar saja. Namun masih ada juga kesempatan bagi awak terdahulu jika mereka masih di inginkan untuk menjadi awak lagi namun kali ini tidak sepenuh nya tetap. Hak untuk menjadi awak hanya tiga kali pelayaran jika kinerja bagusa baru nandi diperpanjang lagi menjadi 6 kali pelayaran.

Laut itu rumahku, angin pantai desah nafasku, pecahan gelombang denyut nadiku
Akankah aku akan berlayar dengan kapal yang sama lagi ? entahlah !

No comments: